Selasa, 31 Mei 2011

islam dan pancasila

Pancasila dalam Doktrin Zionisme dan Freemasonry

Selasa, 31/05/2011 13:18 WIB | email | print

Gerakan Zionisme dan Freemasonry di seluruh dunia sesungguhnya memiliki asas yang sama. Asas dari dua gerakan ini disebut “Khams Qanun”, lima sila, atau Panca Sila. Kelima Sila itu adalah:
1. Monotheisme
2. Nasionalisme
3. Humanisme
4. Demokrasi
5. Sosialisme
Penjelasan tentang lima sila yang terdapat dalam doktrin Yahudi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Monotheisme: Kesatuan Tuhan (Ketuhanan yang Maha Esa)
Hendaklah bangsa Yahudi bertuhan dengan Tuhannya masingmasing dan merupakan kesatuan gerak. Maka hai orang-orang atheis dan bebas agama di kalangan bangsa Yahudi hendaklah engkau pun bertuhan dengan tuhanmu sendiri bukankah alam pun tuhanmu dan bukankah kudrat alam pun tuhanmu juga? Kalian berlainan agama, kalian berlainan kepercayaan, kalian berlainan keyakinan, tetapi kalian harus bersatu dan gunung zionisme telah menan-timu. Hendaklah kalian tenggang menenggang, hormat menghormati hai Yahudi seluruh dunia!
2. Nasionalisme - Kebangsaan : Berbangsa satu bangsa Yahudi, berbahasa satu bahasa Yahudi dan bertanah air satu tanah air Yahudi Raya (Israel Raya).
3. Humanisme: Kemanusiaan yang adil dan beradab berlakulah, janganlah kalian menjadi peniru bangsa Babilon yang telah membuangmu, tetapi bagi luar bangsamu dan yang hendak membinasakanmu, kalian adalah bangsa besar dan engkau pun jika keperluanmu mendesak.
Ber-lakulah Syer Talmud baginya, seperti nyanyian Qaballa berbunyi:
“Taklukanlah mereka,binasakanlah mereka akan mengambil hakmu, engkau adalah setinggi-tinggi bangsa seumpama menara yang tinggi. Gunakanlah hatimu ketika menghadapi sauda-ramu, karena mereka itu keturunan Yaqub, keturunan Israel. Buanglah hatimu ketika menghadapi lawanmu karena mereka itu bukan sekali-kali saudaramu, mereka adalah kambing-kambing perahan dan harta mereka adalah hartamu, rumah mereka adalah rumahmu, tanah mereka adalah tanahmu”, (Syer Talmud Qaballa XI :45).
4. Sosialisme: Keadilan sosial yang merata pada masyarakat Yahudi, sehingga setiap orang Yahudi menjadi seorang kaya raya dan menjadi pimpinan dimana pun ia berada, dan menjadi protokol pembuat program. Dalam Nyanyian Qaballa Talmud dikatakan:
“Dengan uang kamu dapat kembali ke Yudea, ke Israel karena agama itu tegak dengan uang dan agama itu uang, sesungguhnya wajah Yahwe sendiri yang tampak olehmu itu adalah uang! Cintailah Zion, cintailah Hebran, cintailah akan Yudea dan cintailah seluruh tanah pemukiman Israel, karena engkaulah bangsa pemegang wasiat Hebran tertua yang berbunyi: ”Cinta pada tanah air itu sebagian dari iman!” (XL : 46).
5. Demokrasi: Dengan cahaya Talmud dan Masna dan segala ucapan imam-imam agung bahwa telah diundangkan “Bermusyawarahlah dan berapatlah dan berlakulah pilihan kehendak suara banyak itu karena suara banyak adalah suara
Tuhan!”
Asas Zionisme atau Khams Qanun:
1. Internasionalisme
2. Nasionalisme
3. Sosialisme
4. Monotheisme Cultural
5. Demokrasi
Asas Freemasonry dan Zionisme pada dasarnya sama, yang berbeda hanya urutan saja. Keduanya diilhami oleh ajaran Talmud, kitab suci agama Yahudi?
Pengaruh Doktrin Zionisme dan Freemasonry terhadap Pemikiran Tokoh Pergerakan di Eropa dan Asia
Gerakan Zionisme yang diemban dengan baik oleh gerakan Freemasonry, telah berhasil meng-garap korban-korbannya, baik di Eropa maupun di Asia. Hal ini terbukti dengan apa yang terjadi di Perancis dan di negara-negara Asia Tenggara. Freemasonry Perancis pada 1717 M berasaskan Plotisma.
Istilah Plotis merupakan istilah khas mereka yang disebutkan berasal dari dialek Yunani Koin. Plot berarti ambang atau terapung. Plotisma adalah suatu paham untuk mengambangkan segala ajaran di luar Freemasonry.
Jika telah mengambang disuntikkanlah paham-paham bebas dari Freemasonry itu. Freemasonry Perancis pada 1717 M itu terpaksa memasukkan kata-kata “Ketuhanan” dan “Triko-nitas” untuk menarik simpatik golongan Katolik.
Lima dasar dari Freemasonry Perancis:
1. Nasionalisme
2. Sosialisme
3. Demokrasi
4. Humanisme
5. Theologi Kultural.
“Hai saudara-saudaraku dengan plotisme kita pun mendapat kunci pembuka seribu pintu kemenangan, dengan plotisme kita mempunyai seribu kunci etika pergaulan.” (Siasah Masuniyah muka 43).
Dalam dasar Freemasonry Italia terdapat perbedaan sedikit:
1. Nasionalisme
2. Trinitas
3. Humanitas
4. Sosialisme
5. Demokrasi.
Dalam dasar Freemasonry Palestina terdapat sedikit perbedaan pula:
1. Nasionalisme
2. Monotheisme
3. Humanisme
4. Sosialisme
5. Demokrasi
Pandit Jawarhal Nehru pernah mempunyai gagasan dasar negara India merdeka, yang dibahas di depan Indian Kongres Panc Svila:
1. Nasionalisme
2. Humanisme
3. Demokrasi
4. Religius
5. Sosialisme
Bandingkan dengan San Min Chu I dari Sun Yat Sen:
1. Mintsu
2. Min Chuan
3. Min Sheng
4. Nasionalisme, Demokrasi dan Sosialisme
Bandingkan dengan lima asas dari Muhamad Yamin, yaitu:
1. Perikebangsaan
2. Perikemanusiaan
3. Periketuhanan
4. Perikerakyatan
5. Kesejahteraan rakyat
Bandingkan dengan lima asas dari Soepomo:
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir batin
4. MusyawarahKeadilan rakyat
Bandingkan dengan lima asas dari Soekarno:
1. Nasionalisme (Kebangsaan)
2. Internasionalisme (Kemanusiaan)
3. Demokrasi (Mufakat)
4. Sosialisme
5. Ketuhanan
Bandingkan dengan lima asas Aquinaldo, pimpinan Nasionalis Filipina. Lima asas ini disebut asas yang lima dari gerakan Katipunan. Sesungguhnya lima asas Katipunan ini disusun oleh Andres Bonifacio 1893 Masehi:
1. Nasionalisme
2. Demokrasi
3. Ketuhanan
4. Sosialisme
5. Humanisme Filipina
Bandingkan dengan empat asas Pridi Banoyong dari Thailand pada 1932 M:
1. Nasionalisme
2. Demokrasi
3. Sosialisme
4. Religius
Prinsip indoktrinasi Zionisme, agaknya cukup fleksibel karena mampu beradaptasi dengan pola pikir pimpinan politik di setiap negara. Mengenai urut-urutannya boleh saja berbeda, tetapi prinsipnya tetap sama, mengacu kepada doktrin baku Zionisme.
**
Sumber: Buku 'Doktrin Zionisme dan Ideologi Pancasila': "Menguak Tabir Pemikiran Founding Fathers RI. Editor: Muhamad Thalib dan Irfan Awwas". Penyusun: Rinaldi

islam

Berahlaq Yang Baik Dimanapun!

 
Senin, 30 Mei 2011
DALAM kehidupan sehari-hari, dapat dipastikan seorang manusia tidak dapat hidup seorang diri. Ia pasti butuh pertolongan dan bantuan orang lain. Dari rasa saling membutuhkan inilah timbul jalinan persaudaraan atau ukhuwah, pertemanan, dan lain-lain.
Dalam hubungannya dengan masalah ini, sifatnya ada yang langgeng dan tidak. Sebuah persaudaraan bisa langgeng jika didasari oleh keinginan untuk mencari ridha Allah. Sebaliknya, ia tidak akan bisa langgeng jika dasarnya bukan karena mencari ridha Allah.
Banyak orang yang berteman akrab hanya sewaktu ada kepentingannya saja. Namun ketika sudah tidak ada keuntungan yang bisa didapatnya, kenal pun tidak mau.
Misalkan seseorang senang ketika orang lain memberi sesuatu kepadanya, akan tetapi ketika sudah tidak diberi, kemudian berubah menjadi benci. Ada juga seseorang yang hanya hormat kepada orang kaya saja. Adapun kepada orang miskin, memandang pun tidak mau.
Hal-hal seperti itu semestinya tidak terjadi pada diri seorang Muslim. Sebab Islam telah memberi tuntunan yang jelas tata cara bergaul dan berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Hal yang paling penting yang diajarkan oleh Islam yaitu hendaknya setiap Muslim dalam melakukan pergaulan didasari oleh niat mencari ridha Allah.
Ketika seorang muslim tersenyum kepada saudaranya, maka itu semata-mata mencari ridha Allah, karena senyum merupakan perbuatan baik. Demikian juga ketika seorang Muslim membantu,  maka hendaknya diniatkan semata-mata untuk mencari ridha Allah.
Al-Imam Ibn Qayyim menjelaskan dalam kitab Zaadul Ma'ad juz ke-4 hal 249 : "Di antara kecintaan terhadap sesama Muslim ada yang disebut mahabbatun linaili gharadlin minal mahbud, yaitu suatu kecintaan untuk mencapai tujuan dari yang dicintainya. Bisa jadi tujuan yang ingin ia dapatkan dari kedudukan orang tersebut, atau hartanya, atau ingin mendapatkan manfaat berupa ilmu dan bimbingan orang tersebut. Atau  untuk tujuan tertentu; maka yang demikian itu disebut kecintaan karena tendensi. Atau karena ada tujuan yang ingin dicapai, kemudian kecintaan ini akan lenyap pula seiring dengan lenyapnya tujuan tadi. Karena itu sesungguhnya, siapa saja yang mencintaimu dikarenakan adanya suatu kepentingan, ia akan berpaling darimu jika telah tercapai keinginannya".
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan dalam  Majmu'Fatawa juz  10, beliau berkata: "Jiwa manusia itu telah diberi naluri untuk  mencintai orang yang berbuat baik kepadanya, namun pada hakekatnya sesungguhnya  hal itu sebagai kecintaan kepada kebaikan, bukan kepada orang yang telah  berbuat baik.Apabila orang yang berbuat baik itu memutuskan kebaikannya atau perbuatan baiknya, maka kecintaannya akan melemah, bahkan bisa berbalik menjadi kebencian.
Maka kecintaan demikian bukan karena Allah. Barangsiapa yang mencintai orang lain dikarenakan dia itu memberi sesuatu kepadanya, maka dia semata-mata cinta kepada pemberian. Dan barang  siapa yang mengatakan: "saya cinta kepadanya karena Allah", maka dia  pendusta. Begitu pula, barang siapa yang menolongnya, maka dia semata-mata mencintai pertolongan, bukan cinta kepada yang menolong. Yang demikian itu, semuanya termasuk mengikuti hawa nafsu.
Karena pada hakekatnya dia mencintai  orang lain untuk mendapatkan manfaat darinya, atau agar terhindar dari bahaya. Demikianlah pada umumnya manusia saling mencintai pada sesamanya, dan  yang demikian itu tidak akan diberi pahala di akhirat, dan tidak akan  memberi manfaat bagi mereka. Bahkan bisa jadi hal demikian itu mengakibatkan  terjerumus pada nifaq dan sifat kemunafikan."
Ucapan Ibn Taimiyah ini sesuai dengan firman Allah dalam surat  Az-Zukhruf 67, yang artinya: "Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya akan menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang bertakwa."
Dari keterangan ini jelaslah bahwa hanya orang-orang bertakwa yang persahabatannya  akan langgeng sampai di alam  akhirat, karena didasari lillah dan fillah. Yaitu cinta karena Allah.
Sebaliknya, orang-orang yang tidak bertakwa, di akhirat nanti akan menjadi musuh satu sama lain.
Persahabatan mereka hanya berdasarkan kepentingan dunia. Dasar persahabatan mereka bukan karena dien, tetapi karena kepentingan  duniawi. Yaitu berupa ambisi untuk mendapatkan kekuasaan, harta dan sebagainya dengan tidak memperdulikan apakah cara yang mereka lakukan diridhoi  Allah, sesuai dengan aturan-aturan Islam atau tidak.
Sedang orang yang bertakwa dalam pergaulannya tentu didasari aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah sebagai uswah bagi kaum Muslimin telah telah memberikan tuntunan bagaimana adab-adab bergaul. Perkara tersebut merupakan bagian dari akhlakul karimah (akhlak yang mulia). Akhlak yang mulia itu sendiri merupakan bagian dari dienul Islam.
Berusaha Mengamalkan
Di antara bentuk adab bergaul yang dicontohkan Rasulullah, yaitu mengucapkan salam terlebih dulu, bertutur kata yang baik, menanyakan kabar, menengok orang sakit, memberi hadiah dan sebagainya.  Dengan melaksanakan adab-adab tersebut, kita akan memperoleh manfaat, yaitu berupa ukhuwah yang kuat di antara umat Islam. Ukhuwah yang kokoh yang dilandasi iman dan keikhlasan kepada Allah. Allah telah berfirman yang artinya:
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَاناً وَكُنتُمْ عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
"Dan berpegang teguhlah kalian denga tali (agama ) Allah bersama-sama , dan janganlah kalian bercerai-berai. Dan ingatlah nikmat Allah yang telah Allah berikan kepada kalian, ketika kalian dahulu bermusuh-musuhan, lalu Allah lunakkan hati-hati kalian sehingga dengan  nikmat-Nya, kalian menjadi bersaudara, padahal tadinya kalian berada di  tepi  jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian daripadanya. Demikianlah Allah menjelaskan kepada kalian ayat-ayatnya, agar kalian mendapat  petunjuk."  [Al-Imran : 103]

Oleh karena itu, adab-adab bergaul ini sangat perlu  dipelajari untuk  kita amalkan. Di antaranya kita harus mengetahui, bagaimana adab terhadap orangtua, adab terhadap saudara, adab terhadap istri, adab seorang istri  terhadap suaminya, adab terhadap teman sekerja atau terhadap atasan dan bawahan.
Dengan melaksanakan adab-adab tersebut insya-Allah kita akan dicintai Allah Yang Maha Pengasih. Karena di antara tanda-tanda seseorang dicintai Allah, yaitu jika dirinya dicintai olah orang-orang shalih, diterima oleh hati mereka. Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya Allah jika mencintai seorang hamba, Ia memanggil Jibril, "Sesungguhnya Aku mencintai si fulan, maka cintailah ia." Lalu  Jibril mencintainya dan menyeru kepada penduduk langit, "Sesungguhnya Allah mencintai si fulan, maka cintailah ia. "Maka (penduduk langit) mencintainya, kemudian menjadi orang yang diterima di muka bumi." [Hadits Bukhari dan Muslim)
Di antara sifat-sifat muslim yang dicintai oleh orang-orang shalih di muka bumi ini, di antaranya ia mencintai mereka karena Allah, berahlak kepada manusia dengan ahlak yang baik, memberi manfaat, melakukan hal-hal yang disukai manusia dan menghindari dari sikap-sikap yang tidak disukai manusia. Dalam al Qur'an Allah berfirman yang artinya: "Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik". [Ali-Imran: 134]
Rasulullah Saw bersabda yang artinya, "Bertakwalah engkau dimanapun engkau berada, Sertailah keburukan itu dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapus keburukan. Dan berakhlaklah kepada manusia dengan ahlak yang baik." [HR.Tirmidzi, ia berkata :Hadits hasan].* BU

Rabu, 04 Mei 2011

Siapa NII

Isu NII dan Sikap Hipokrit Penguasa

 
Kamis, 05 Mei 2011
Oleh: Harits Abu Ulya
DALAM sepekan lebih, isu NII (Negara Islam Indonesia) menjadi buah bibir di media elektronik maupun cetak. Banyak kalangan mendiskusikan dan memberikan penilaian, sikap dan tawaran solusi. Pro-kontra; Pemerintah terkesan  tidak tegas  bahkan  ambivalen, kemudian justru menggiring opini kearah perlunya pemerintah memiliki seperangkat regulasi RUU Intelijen.

Banyak pihak yang menuding pemerintah seolah menutup mata, melakukan pembiaran dan menganggap enteng gerakan NII. Sikap ini beralasan, karena melihat pemerintah seperti yang di ungkapkan Menko Polhukam RI DJoko Suyanto; NII belum bisa dianggap makar karena baru bersifat mengajak orang untuk mengikuti jalan mereka. “Kalau hanya menghimbau dan meminta untuk mengikuti NII, kan tidak bisa dikatakan menggangu kedaulatan negara,” ujar Djoko di sebuah media. Karenanya, beliau  meminta  agar media tidak membesar-besarkan masalah NII.

Di kesempatan yang berbeda Djoko kembali menegaskan pernyataannya bahwa NII belum menjadi ancaman Nasional. Dalihnya karena NII belum merupakan gerakan yang bersifat massif, (Media Indonesia, 2/5/2011).
Sementara mayoritas Umat Islam Indonesia  mempersoalkan eksistensi NII, alasan mendasarnya adalah adanya penyimpangan-penyimpangan menyangkut akidah, pokok-pokok syariat dan terjadinya tindakan kriminal yang dilakukan secara terorganisir.

NII KW IX bukan DI/TII Kartosoewiryo

Isu NII yang muncul sebenarnya lebih fokus mengarah kepada kelompok NII KW IX yang ditengarai pemimpinya adalah Abu Toto alias Abu Mariq alias Abu Marif alias Syamsul Alam dengan julukan atau gelar Syekh Panji Gumilang. Jika dilacak akar embrionalnya tentu tidak bisa lepas dari sejarah eksistensi gerakan DI/TII  (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) dibawah pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosoewiryo yang diproklamirkan pada 7 Agustus 1949. Sebuah sikap anak bangsa di awal kemerdekaan Indonesia, yang merasa tidak terakomodir kepentingan dan visi politiknya dalam format dan sistem yang dibangun untuk kehidupan sosial politik negara Indonesia. Namun NII KW IX tidak otomatis bisa diklaim adalah DI/TII itu sendiri, karena faktanya  dalam banyak aspek yang dikembangkan oleh KW IX tidak dan bukan aspek (visi dan misinya) murni seperti yang pernah di perjuangkan oleh DI/TII Kartosoewiryo.

Dalam riset MUI (2002) terungkap; menurut Raden Abdul Fatah Wirangganapati, mantan Kuasa Usaha Komandemen Tertinggi Angkatan Perang NII yang bertugas memilih dan mengangkat panglima komandemen wilayah (KW), sejak Juli 1962 secara organisasi NII sudah bubar. Saat itu hanya ada tujuh KW, jadi belum ada KW IX.   Menurutnya, pada tahun 1975 (1974), Adah Jailani (mantan salah satu komandan wilayah) mengangkat dirinya sebagai imam NII (1975), dan sempat dipenjara tahun itu.

Pada tahun 1976 tercium kuat adanya fakta penetrasi intelijen (Ali Murtopo/BAKIN) ke tubuh NII, melalui Adah Jailani.  Lalu di bentuk komandemen baru yaitu KW VIII untuk wilayah Lampung dan KW IX yang meliputi Jakarta Raya (Jakarta, Tangerang, Bekasi, Banten). KW IX dipimpin oleh Seno Aji alias Basyar.  Lalu dia digantikan oleh Abu Karim Hasan, orang yang paling berpengaruh dalam pembentukan doktrin Mabadiuts Tsalatsah yang digunakan KW IX hingga kini.
Abu Karim Hasan meninggal tahun 1992, lalu Adah Jaelani mengangkat Abu Toto menggantikan Abu Karim.  Sejak tahun 1993, KW IX membangun struktur dibawahnya hingga meliputi seluruh wilayah Indonesia. Juga membangun sistem keuangan dan doktrin dasar yang sebelumnya tidak pernah diajarkan dalam gerakan DI/TII Kartosoewiryo.  NII KW IX itu eksis hingga kini. Dari penelitian MUI tahun 2002 ditemukan indikasi kuat adanya relasi antara Ma’had az-Zaytun (MAZ) dan organisasi NII KW IX.

Tidak keliru kalau sebagian pihak menyatakan, bahwa orang-orang NII KW IX adalah mereka yang mencari uang dengan menjual nama NII atau berkedok perjuangan agama yang telah didesain “kelompok tertentu” bahkan banyak diisukan telah dipelihara intelijen untuk mendelegitimasi Islam.
Cita-cita NII yang sekarang, lebih tepat menjadi tameng dari sebuah kriminalitas terorganisir bahkan disinyalir melibakan instrument  kekuasaan (intelijen negara).
Lihat saja, dalam masalah akidah dan syariat terungkap banyak doktrin NII yang sekarang (lebih tepat disebut NII Gadungan) ini sarat akan penyimpangan;
Pertama, Menafsirkan al-Qur’an sesuai dengan kepentingan organisasi, Kedua, membagi shalat menjadi dua, shalat ritual dan shalat universal, Ketiga, merubah zakat jadi harakah Ramadhan dan harakah Qurban. Keempat, melaksanakan haji ke ibu kota negara (di lembaga mantelnya; ma’had az Zaytun Indramayu -Jabar). Kelima, mengkafirkan orang diluar kelompoknya, Keenam, menyamakan posisi negara dengan Allah, dan para pimpinanya sebagai Rasul. Ketuju, sangat eksklusif dan tertutup. Kedelapan, menghalalkan segala cara untuk meraih target. Tentu doktrin seperti ini akan berdampak kepada penafsiran al-Qur’an dan hadis mengikuti hawa nafsu. Merubah arti dan bentuk ibadah yang sudah pasti (tauqifiyah), melegalisasi segala bentuk kriminalitas dengan al Qur’an.(dari www.nii-crisis-center.com).

Dengan membandingkan hal ini, seharusnya cukup menjadi penjelas bagi masyarakat. Bahwa “NII asli” (saat digagas S.M. Kartosoewirjo) adalah murni bernilai luhur islami. Sedanng sepeninggal beliau sudah ada unsur intelijen (era Ali Mortopo) masuk. Karenanya, tidak salah, jika banyak orang menyebut NII yang sekarang banyak diramaikan itu tak lain adalah “NII Gadungan” yang tak mencerminkan nilai-nilai Islam. Masalahnya, jika NII yang saat ini meresahkan, mengapa terus dipelihara?

Sikap aneh penguasa

Media sudah banyak mengekspos korban tindak pidana dari kelompok NII KW IX ini. Dari berbagai kalangan, masyarakat kecuali dari keluarga Polri dan TNI. Ada banyak laporan kasus penculikan, penipuan, pencurian bahkan sampai tindakan perampokan adalah produk dari kelompok ini. Juga pengaduan korban,  kesaksian mantan anggota NII dan hasil penelitian Balitbang Depag (Februari 2004), MUI (5 oktober 2002) dan temuan Intelkam Mabes Polri seharusnya cukup memberikan pijakan kepada pemerintah untuk merumuskan sikap dan tindakan tegas terhadap kelompok NII KW IX.

Tapi toh faktanya yang kuta lihat lain. Yang terkadi, justru pakar teroris, aparat, pengamat justru menyeret isu NII ini ke mana-mana. Sampai-sampai ada yang mengusulkan merobah kurikulum agama, mengawasi kegiatan kegamaan di kampus, menghambat ektrakurikuler di sekolah juga termasuk isu-isu syariat Islam.

Dalam benak umat Islam bergelayut pertanyaan; Pertama; kenapa pemerintah tidak begitu tegas meski jelas banyak fakta dan saksi yang melapor? Kedua, mengapa yang terjadi justru sibuk menyeret kasus ini pada ranah yang berkaitan dengan apapun berbau Islam?

Mari kita lihat. Dalam kasus kriminal perampokan 2010 (Bank CIMB-Medan) tiba-tiba diluncurkan opini bahwa  visi perampokan adalah mendirikan negara Islam (Daulah Islamiyah).dalam kasus terbaru, bom buku yang kemudian hari terungkap motif pelakunya lebih dominan adalah bisnis, pihak BNPT juga “bernyanyi” bahwa mereka adalah kelompok “teroris” dengan misi politik hendak mendirikan Daulah Islam global (Khilafah Islamiyah). Sungguh aneh. Fakta korban “NII gadungan” beserak di depan mata. Namun yang terjadi justru mengembangkan isu syariat global, daulah islamiyah dan segala tetek-mbengek nya.

Sebagai bagian masyarakat kita layak bertanya.Apakah penguasa memiliki kepentingan politik dibalik eksistensi NII? 

Sebagai bagian masyarakat, kita juga punya kesan. Ada yang menginginkan isu Negara Islam Indonesia (NII) ini dimunculkan agar orang akan takut mendengar namanya. Jadi jangankan ikut gabung, mendengar saja sudah takut. Selanjutnya, isu NII seolah dijadikan alat bahwa gerakan ini sangat berbahaya dan ancaman bangsa Indonesia, khususnya umat Islam. Yang terakhir, isu NII bisa dijadikan “jualan” dan propaganda untuk mengesankan bahwa syariah Islam adalah sebagai ancaman NKRI yang ujungnya menjauhkan umat Islam dari perjuangan penerapan syariah Islam.
Pertanyaan ini sangat wajar. Sebab bukan rahasia lagi, bagaimana gerakan Islam di era 70-an sampai 90-an penuh dengan politisasi pemerintah kita. Banyak buku sejarah mengungkap, kasus Woyla, Komando Jihad (Komji), Gerakan Usroh dll ada unsur intelijen di dalamnya.
Benarkah ada kaitan Al Zaitun sebagai basis NII KW-IX? Benarkan “NII Gadungan” saat ini adalah bagian rekayasa intelijen? semua harus dijawab dan dibuktikan. Jika dugaan itu tidak benar, maka, jawabannnya sederhana saja. Masyarakat sedang menunggu bukti nyata dari pemerintah. Sebab sudah banyak saksi dan ratusan pengadu mantan aktivis “NII Gadungan” bisa dasar awal penyelidikan. Wallahu a’lam.

Penulis pemerhati Kontra-Terorisme dan Ketua Lajnah Siyasiyah DPP-HTI


Red: Cholis Akbar

Selasa, 03 Mei 2011

bank islam kekuatan islam

Raja Oman Setuju Pendirian Bank Islam

 
Rabu, 04 Mei 2011
Hidayatullah.com--Pemimpin Oman Sultan Qabus bin Said telah memberikan lampu hijau atas rencana pendirian bank Islam di kerajaan itu.

Keputusan ditetapkan dalam rapat dewan menteri yang diketuai Sultan Istana Al-Shumoukh di Mannah hari Senin (02/4).

Kerajaan juga akan memberikan izin kepada bank yang telah berdiri jika mereka ingin memberikan pelayanan bank Islam.

Pendirian bank Islam merupakan salah satu tuntutan rakyat pengunjuk rasa yang melakukan aksi duduk di berbagai tempat sejak akhir Februari lalu.

Untuk menjawab berapa tuntutan rakyatnya, Sultan kemudian melakukan perubahan-perubahan di dewan menteri, menaikkan tunjangan pensiun, pendidikan dan pegawai negeri.*